BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tasawuf
timbul dalam Islam sesudah umat Islam mempunyai kontak dengan agama Kristen,
filsafat Yunani dan agama Hindu dan Budha, muncullah anggapan bahwa aliran
tasawuf lahir dalam Islam atas pengaruh dari luar. Ada yang mengatakan bahwa
pengaruhnya datang dari rahib-rahib Kristen yang mengasingkan diri untuk
beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan di gurun pasir Arabia.
Tempat mereka menjadi tujuan orang yang perlu
bantuan di padang yang gersang. Di siang hari, kemah mereka menjadi tempat
berteduh bagi orang yang kepanasan; dan di malam hari lampu mereka menjadi
petunjuk jalan bagi musafir. Rahib-rahib itu berhati baik, dan pemurah dan suka
menolong. Sufi juga mengasingkan diri dari khalayak ramai. Mereka adalah orang
yang berhati baik, pemurah dan suka menolong.
Hakekat tasawuf adalah mendekatkan diri kepada Tuhan. Dalam ajaran
Islam, Tuhan memang dekat sekali dengan manusia. Dekatnya Tuhan kepada manusia
disebutkan Alquran dan Hadits. "Jika hambaKu bertanya kepadamu tentang
Aku, maka Aku dekat dan mengabulkan seruan orang yang memanggil jika Aku
dipanggi
Dan dengan di buatnya makalah ini guna mendalami dan memahami kembali
pemahaman pemahaman ajaran tasawuf khususnya tasawuf ahklaki, yang mana masih
sangat kurang sekali di pahami oleh masyarak dan mahasiswa.
B. Rumusan masalah
dan
berdasarkan rumusan diatas maka pemakalah dapat mengambil rumusan masalah
sebagai berikut;
1. Pengertian
tasawuf dan pengertian ahklak
2. Pengertian
tasawuf ahklaki
3. Tokoh
dan ajaran-ajaran tasawuf ahklaki.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
tasawuf ahklaki
Tasawuf ahlaki, jika di tinjau dari sudut bahsa arab merupakan
bentuk frase dalam kaidah bahasa arab di kenal dengan sebutan jumlah idhofah yaitu merupakan gabungan
dua kata menjadi satu kesatuan makna yang utuh dan menentukan realitas yang
khusus,yaitu kata tasawuf dan ahklak.
Kata tasawuf menurut kaidah ilmu shorof
merupakan bentuk isim masdar yaitu tashowwufan yang artinya bisa membersihkan
atau saling membersihkan, kata membersihkan merupakan kata kerja transitif yang membutuhkan objek. Objek tasawwuf dalah
ahklak manusia saling membersihkan merupakan kata kerja yang di dalamnya harus
terdapat dua subyek yang aktif meberi dan menerima.
Kemudian
ahklak dalam konteks agama adalah perangai, budi, adab atau
tingkah laku. Kosepsi ajaran ahklak menurut islam adalah menuju perbuatan amal
sholeh, yaitu semua perbuatan baik dan terpuji,berfaedah untuk mencapai
kebahagiaan di dunia dan di akhirat yang di ridhoi oleh Allah.
Jika kata
tasawuf dengan kata ahlaki di satukan akan terbentuk sebua frase yaitu tasawuf
ahklaki, secata etimologis tasawuf ahklaki ini bermakna membersihkan tingkah
laku atau saling membersihkan tingkah laku, jika konteksnya dalah manusia, tingkah
laku manusia menjadi sasarannya .tasawuf ini bisa di pandang sebagai sebuah
tatanan dasar untuk menjaga ahklak manusia, atau dalam dalam bahasa sosialnya
moralitas masyarakat.
Oleh karena itu tasawuf ahklaki
merupakan kajian ilmi yang sangat memerlukan praktik untuk menguasainya.tidak
hnya berupa teori sebagai sebuah pengetahuan akan tetapi harus terealisasi
dalam perbutan manusia,supaya lebih mudah menempatkan posisi tasawuf dalam
kehidupan masyarakat.
Tasawuf akhlaki
merupakan gabungan antara ilmu tasawuf dan ilmu ahklak.ahklak hubungannya
sangat erat dengan tingkah laku dan perbuatan manusia dalam interaksi sosial
pada lingkungan tempat tinggalnya.[1]
Tasawuf akhlaqi adalah tasawuf yang
berkonstrasi pada teori-teori perilaku, akhlaq atau budi pekerti atau perbaikan
akhlaq.
Dengan metode-metode tertentu yang telah
dirumuskan, tasawuf seperti ini berupaya untuk menghindari akhlaq mazmunah dan
mewujudkan akhlaq mahmudah[2]
B. Tokoh dan ajaran ajaran tasawuf ahklaki
1. Hasan Albasri
Nama lengkap Hasan Al-Bashri adalah
Abu Sa’id Al Hasan bin Yasar.Ia seorang yang masyur dikalangan tabi’in.ia lahir
di Madinah pada tahun 21 H/632 M dan wafat pada hari Kamis bulan Rajab tanggal 10
tahun 110 H/728 M.
Ajaran-ajarannya tentang kerohanian didasarkan pada
Sunnah Nabi.
Para
sahabat nabi pun mengakui kebesaran hasan al basri,karir pendidikan hasan al
basri di mulai di hijaz,kemudian ia pindah ke basrah dan memperoleh puncak
keilmuannya di sana.
Ajaran-ajaran tasawufnya.
Ajaran-Ajaran
tasawufnya Hasan Al-Bashri adalah
anjuran kepadanya setiaporang untuk senantiasa bersedih hati dan takut kalau
tidak mampu melaksanakanseluruh perintah Allah dan menjauhi
larangan-larangan-Ny
Dan
ajarannya yaitu:
a. “Perasaan
takut yang menyebabkan hatimu tentram lebih baik dari pada rasa tentram tapi
yang menimbulkan rasa takut.”
b. “Dunia
adalah negeri tempat beramal”
c. “Tafakur
membawa kita pada kebaikan dan selalu berusaha untuk mengerjakannya. Menyesal
atas perbuatan jahat menyebabkan kita bermaksud untuk tidak mengulanginya
lagi.”
d. “Dunia
ini adalah seorang janda tua yang telah bungkuk dan beberapa kali ditinggalkan
mati suaminya”.
e. “Orang
yang beriman akan senantiasa berduka cita pada pagi dan sore hari karena berada
di antara dua perasaan takut”
f. “Hendaklah
setiap orang sadar akan kematian yang senantiasa mengancamnya, dan juga takut
akan kiamat yang hendak menagih janjinya”
g“Banyak
duka cita di dunia memperteguh semangat amal shaleh”
Sikap tasawuf Hasan Al-Bashri senada dengan sabda Nabi yang berbunyi:
“Orang yang selalu mengingat dosa-dosa yang pernah dilakukannya adalah laksana yang orang duduk di bawah sebuah gunung besar yang senantiasa merasa takut gunung itu akan menimpa dirinya”.[3]
Sikap tasawuf Hasan Al-Bashri senada dengan sabda Nabi yang berbunyi:
“Orang yang selalu mengingat dosa-dosa yang pernah dilakukannya adalah laksana yang orang duduk di bawah sebuah gunung besar yang senantiasa merasa takut gunung itu akan menimpa dirinya”.[3]
2. Al
Muhasibi
Nama lengkapnya adalah abu abdillah
Al Harits bin asad Al muhasibi (w 243 H). Ia di lahirkan di basrah irak tahun
165 H/781M dan meninggal di bahgdad irak tahun 243H/857M.Ia menempuh jalan
tasawuf karena hendak keluar dari keraguan yang dihadapinya.
Dia memandang bahwa jalan
keselamatan hanya dapat ditempuh melalui ketakwaan kepadaAllah, melaksanakan
kewajiban, wara’ dan meneladani Rasulullah.
1. Pandangan Al Muhasibi tentang
Ma’rifat
Menurut AL Muhasibi, ma’rifat harus ditempuh melalui jalan
tasawuf yang mendasarkan kepada kitab dan sunnah. Tahapan ma’rifat adalah
sebagai berikut:
1.
Taat. Awal kecintaan kepada Allah SWT
adalah taat, yaitu wujud konkret ketaatan hamba kepada Allah. Kecintaan kepada
Allah hanya dapat dibuktikan dengan jalan ketaatan, bukan hanya sekedar
pengungkapan semata. Implementasinya adalah memenuhi hati dengan sinar dan
kemudian melimpah pada lidah dan anggota tubuh yang lain.
- Aktivitas anggota tubuh yang telah disinari oleh cahaya yang memenuhi hati merupakan ma’rifat selanjutnya.
- Pada tahap ketiga ini Allah menyingkapkan khazanah-khazanah keilmuan dan keghaiban kepada setiap orang yang telah menempuh kedua tahap di atas. Ia akan menyaksikan berbagai rahasia yang selamam ini disimpan Allah.
- Tahap keempat adalah apa yang dikatakan oleh sementara sufi dengan gana’ yang menyebabkan baqa’.
2. Pandangan Al Muhasibi tentang Khauf
dan Raja’
Khauf (rasa takut) dan raja’
(pengharapan) menempati posisi penting dalam perjalanan seseorang dalam
membersihkan jiwa.
Menurut Al Muhasibi, pangkal wara’
adalah ketakwaan; pangkal ketakwaan adalah introspeksi diri (musabat Al nafs);
pangkal instrospeksi diri adalah khauf dan raja’; pangkal khauf dan raja’
adalah pengetahuan tentang janji dan ancaman Allah; pangkal pengetahuan tentang
keduanya adalah perenungan.
Khauf dan
raja’ dapat dilakukan dengan sempurna bila berpegang teguh pada Al Qur-aan dan
As Sunnah.
Sebagaimana penjelasan Al Qur-aan tentang surga dan
neraka.
Sesungguhnya orang-orang yang
bertaqwa itu berada dalam taman-taman (syurga) dan mata air-mata air, Sambil
menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia
adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur
diwaktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar.(Q.S. Adz
Dzariyyat: 15-18)
Raja’ dalam pandangan Muhasibi
seharusnya melahirkan amal saleh. Inilah yang dilakukan oleh mukmin yang sejati
dan para sahabat nabi, sebagaimana digambarkan oleh ayat:
¨Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan
berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun
lagi
3. Al-Qusyairi
Nama lengkapnya adalah Abdul karim
bin hawazin ia lahir tahun 376H di istewa,kawasan naisabur dan wafat pada tahun 465H.
Disamping
berguru pada mertuanya, abu ali ad daqoq
Imam Al-Qusyairy juga berguru pada para ulama lain. Diantaranya, Abu
Abdurrahman Muhammad ibn al-Husain (325-412 H/936-1021 M), seorang sufi,
penulis dan sejarawan. Al-Qusyairy juga belajar fiqh pada Abu Bakr Muhammad ibn
Abu Bakr at-Thusy (385-460 H/995-1067 M, belajar Ilmu Kalam dari Abu Bakr
Muhammad ibn al-Husain, seorang ulama ahli Ushul Fiqh. Ia juga belajar
Ushuluddin pada Abu Ishaq Ibrahim ibn Muhammad, ulama ahli Fiqh dan Ushul Fiqh.
Al-Qusyairy pun belajar Fiqh pada Abu Abbas ibn Syuraih, serta mempelajari Fiqh
Mazhab Syafi’i pada Abu Mansyur Abdul Qohir ibn Muhammad al-Ashfarayain.
Al-Qusyairy
banyak menelaah karya-karya al-Baqillani, dari sini ia menguasai doktrin
Ahlusunnah wal Jama’ah yang dikembangkan Abu Hasan al-Asy’ary (w.935 M) dan
para pengikutnya. Karena itu tidak mengherankan, kalau Kitab Risalatul
Qusyairiyah yang merupakan karya monumentalnya dalam bidang Tasawuf -dan sering
disebut sebagai salah satu referensi utama Tasawuf yang bercorak Sunni-,
Al-Qusyairy cenderung mengembalikan Tasawuf ke dalam landasan Ahlusunnah Wal
Jama’ah.
Dia juga penentang keras doktrin-doktri aliran
Mu’tazilah, Karamiyah, Mujassamah dan Syi’ah. Karena tindakannya itu,
Al-Qusyairy pernah mendekam dalam penjara selama sebulan lebih, atas perintah
Taghrul Bek, karena hasutan seorang menteri yang beraliran Mu’tazilah yaitu Abu
Nasr Muhammad ibn Mansyur al-Kunduri
Ajaran-Ajaran
Tasawuf Al Qusyairi
Dalam karyanya Ar Risalah Al
Qusyairiyyah, Al Qusyairi cenderung mengembalikan tasawuf ke atas landasan
doktrin Ahlus Sunnah. Dalam ungkapannya, Al Qusyairi menolak para sufi
syathahi, yang mengesankan terjadinya perpaduan antara sifat-sifat ketuhanan,
khsususnya sifat terdahuluNya, dan sifat-sifat kemanusiaan, khususnya sifat
baharuNya.
Selain itu dia mengecam keras para sufi yang gemar
mempergunakan pakaian orang miskin, sedangkan tindakan mereka bertentangan
dengan pakaian mereka.
Dalam konteks berbeda, Al
Qusyairi mengemukanan suatu penyimpangan lain dari para sufi, dengan ungkapan
pedas.
“Kebanyakan para sufi yang menempuh jalan kebenaran dari kelompok tersebut
telah tiada. Tidak ada bekas mereka yang tinggal dari kelompok tersebut kecuali
bekas-bekas mereka.”
Dalam hal ini jelaslah bahwa Al Qusyairi adalah pembuka jalan bagi
kedatangan Al Ghazali yang berafiliasi pada aliran yang sama, yaitu Al
Asy’ariyyah, yang nantinya merujuk pada gagasan Al Qusyairi.[4]
4.
Al Ghozali
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid
Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ta’us Ath Thust Asy Syafi’i Al
Ghazali.Dia dipanggil Al Ghazali karena dilahirkan di Ghazlah. Iran pada yahun
1058 M. Dan meninggal pada tahun 505 H
pada usia 54 tahun.
Karya-karyanya menunjukkan bahwa AL
Ghazali merupakan seorang pemikir kelas dunia yang sangat berpengaruh. Di
kalangan Islam sendiri banyak yang menilai bahwa dalam hal ajaran ia adalah
seorang kedua yang paling berpengaruh sesudah rasulullah Saw.
Di kalangan Kristen abad tenha,
pengaruh Al Ghazali merembes melalui filsafat Bonabentura.Banyak literatur yang
menyebutkan tentang jaza-jasa Al Ghazali bagi peradaban Islam.
Ajaran Tasawuf Al Ghazali
Didalam tasawufnya, Al Ghazali
memilih tasawuf sunni yang berdasarkan Al Qur-aan dan sunnah Nabi. Ditambah
dengan doktrin Ahlu Al Sunnah wa Al Jamaah. Dari paham tasawufnya, ia
menjauhkan semua kecenderungan gnotis yang mempengaruhi para filosof Islam,
sekte Ismalilyah, aliran Syi’ah, Ikhwan Ash Shafa. Ia menjauhkan tasawufnya
dari paham ketuhanan Aristoteles seperti emanasi dan penyatuan. Itulah sebabnya
dapat dikatakan bahwa Al Ghazali benar-benar bercorak Islam.
Corak tasawufnya adalah psiko-moral
yang mengutamakan pendidikan moral. Hal ini dapat dilihat dari karya-karyanya
seperti Ihya Ulum Al Din, Minhaj Al Abidin, Mizan Al Amal, Bidayah Al Hidayah,
Mi’raj Al Salikin, Ayyuhal Walad. Oleh sebab itu, Al Ghazali mempunyai jasa
besar dalam dunia Islam. Dialah yang memadkan antara ketiga keilmuan Islam,
yakni tasawuf, fiqih dan ilmu kalam.
Al Ghazali menjadikan tasawuf
sebagai sarana untuk beroalh rasa dan berolah jiwa, hingga sampai pada ma’rifat
yang membantu menciptakan (sa’adah).
a. Pandangan Al
Ghazali tentang Ma’rifat
Menurut Al Ghazali, ma’rifat adalah
mengetahui rahasia Allah dan pengetahui peraturan-peraturan Tuhan tentang
segala yang ada. Alat memperoleh ma’rifat bersandar pada sir, qalb dan roh.
Ma’rifat seorang sufi tidak
dihalangi oleh hijab, sebagaimana ia melihat si Fulan ada di dalam rumah
dengan mata kepala sendiri. Jadi ma’rifat menurut AL Ghazali adalah
ma’rifat yang dibangun atas dasar dzauq rohani dan jasyf ilahi. Ma’rifat
seperti ini dapat dicapai oleh para khawash auliya tanpa melalui perantara atau
langsung dari Allah, sebagaimana ilmu kenabian. Nabi mendapat ilmu Allah
melalui perantara malaikat, sedangkan wali mendapat ilmu melalui ilham. Namun
kedua-duanya sama-sama memperoleh ilmu dari Allah.
b. Pandangan Al
Ghazali tentang As Sa’adah
Menurut AL Ghazali, kelezatan dan
kebahagiaan yang paling tinggi adalah melihat Allah (ru’yatullah). Kenikmatan
qalb sebagai alat memperoleh ma’rifat terletak ketika melihat Allah. Melihat
Allah merupakan kenikmatan paling agung yang tiada taranya karena ma’rifat itu
sendiri agung dan mulia.
Kenikmatan qolb sebagai alat memperoleh ma’rifat
terletak ketika melihat Allah. Melihat Allah merupakan kenikmatan paling agung
yang tiada taranya karena ma’rifat itu sendiri agung dan mulia.Kelezatan dan
kenikmatan dunia tergantung pada nafsu dan akan hilang setelah manusia mati,
sedangkan kelezatan dan kenikmatan melihat Tuhan tergantung pada qalbu dan
tidak akan hilang walaupun manusia sudah mati, hal ini karena qalbu tidak ikut mati, malah kenikmatannya
bertambah karena dapat keluar dari kegelapan menuju cahaya terang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari segi linguistik tasawuf adalah sikap
mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela
berkorban untuk kebaikan, dan selalu bersikap bijaksana. Sikap yang demikian
itu pada hakikatnya adalah akhlak mulia yang mampu membentuk seseorang ke
tingkat yang mulia. Tujuan tasawuf adalah mendekatkan diri sedekat mungkin
dengan Tuhan sehingga ia dapat melihat-Nya dengan mata hati bahkan Ruhnya dapat
bersatu dengan Ruh Tuhan. Al-Ghazali mengatakan bahwa tasawuf itu adalah
tuntunan yang dapat menyampaikan manusia mengenal dengan sebenar-benarnya
kepada Allah Swt.
Tasawuf diciptakan sebagai media
untuk mencapai maqashid al-Syar’i (tujuan-tujuan syara’). Karena bertasawuf itu
pada hakikatnya melakukan serangkaian ibadah seperti salat, puasa, zakat, haji,
dan lain sebagainya, yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
ibadah yang dilakukan itu erat kaitannya dengan akhlak. Dalam hubungan ini
Harun Nasution bahwa ibadah dalam Islam erat sekali hubungannya dengan
pendidikan akhlak. Ibadah dalam Alquran dikaitkan dengan takwa, dan takwa
berarti melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Inilah yang
dimaksud dengan ajaran amar ma’ruf nahi munkar, mengajak orang pada kebaikan
dan mencegah orang dari hal-hal yang tidak baik. Tegasnya orang yang bertakwa
adalah orang yang berakhlak/berpribadi mulia.
DAFTAR
PUSTAKA
Anwar rosihan. 2009. ahklak
tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.
Nata M.A, Prof. Dr. H.
Abudin. 2003. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, cet. Kelima
M.sholihin.
2003. Tokoh sufi lintas zaman.Bandung: Pustaka Setia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar