§
Pagi ini aqad nikah segera dimulai.
Segala bentuk seserahan sudah disiapkan dari pihak keluarga ikhwan, hanya
tinggal menunggu seorang penghulu untuk mengesahkan mitsaqan ghalidza ini, secara resmi. Abdullah, Seorang
pemuda paruh baya, mahasiswa sebuah PTN Fakultas Ilmu Agama Islam. Sementara
seorang yang berada dibalik hijab itu adalah mahasiswi PTN yang sama namun dari fakultas yang berbeda. Aisyah namanya. Disela-sela
waktu enunggu sang penghulu tiba, Sang pemuda itu mencoba untuk mengatakan
sesuatu kepada calon istrinya yang ada dibalik kain hijab itu. Padahal, tak seorang
pun menyangka ia akan mengatakan hal itu kepada calon istrinya .
§
Yaa Aisyah, izinkanlah saya untuk
mengatakan suatu hal, tapi saya takut kau tak siap mendengar hal itu.
Sebelumnya saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Bukan maksud saya tak serius dengan
perjanjian ini, bukan berarti saya main-main dengan sebuah acara yang sangat
sakral ini, tapi ... seakan nafas tercekat di tenggorokan. Tapi.... sekali lagi
saya minta maaf jika ada kata yang tak berkenan dihati. Aisyah, maaf ...maukah
anti saya jadikan sebagai cinta saya yang ke-4??? Maaf, Maafkan saya. Terpaksa
saya jadikan anti sebagai cinta ke -4 saya ...
§
Tessss ... hati ini menjerit perih,
namun berusaha netral. Aisyah harap ini mimpi, yang mana dalam sekian waktu ia
akan terjaga lalu ia terbebas dari jeratan mimpinya. Akan tetapi ini tidak,
rasanya hati ini remuk redam, seorang yang ia yakini mampu menjadi imamnya
ternyata dibalik semua itu ia harus rela jika cintanya dibagi. Ohh, sungguh,
air mata ini ingin segera tumpah. Yaa Rabb, kuatkan aku. Jika aku iyakan, itu
artinya aku relakan cinta suamiku terbagi, namun jika tidak. Arrghh... kenapa
mas Abdullah tidak mengatakannya sedari awal saja. Tenggorkan ini rasanya
tercekat, tak mampuu lagi mengeluarkan kata-kata. Yang ada hanyalah rasa penyesalann
kenapa ia menerima Abdullah begitu saja tanpa bertanya tentang ini, itu.Andai
saja kalimat ini terucap beberapa hari yang lalu, pasti ia sudah
menimbang-nimbang untuk meneruskan prosesnya dengan ikhwan tadi. Namun dengan
menguatkan segenap kekuatan, akhirnya ia beranikan untuk mengucapkan kalimat
itu, walau tak sempurna. Sa..sa.. Saya merasa keberatan!
§
Semua pihak keluarga terdiam, tak ada
satu pun yang berkomentar. Mereka tak menyangka bahwa Abdullah akan mengatakan
kata-kata yang tadi. Semuanya tercengang. Benarkah perkataan yang Abdullah
katakan???
§
Bismillah, suara lantang itu keluar dari
pemuda pemberani itu. Aisyah, saya jadikan anti cinta yang ke-4. Alasannya,
yang pertama, saya lebih mencintai Allah dan RasulNya daripada mencintaimu.
Kedua, saya lebih cinta jihad fie sabilillah daripada mencintaimu. Ketiga, saya
lebih mencintai ayah dan ibu saya daripada mencintaimu. Lalu yang keempat, dan
itu yang terakhir, saya baru bisa mencintai istri saya Aisyah.
§
Subhanallaaaahh ... bibir kecil Aisyah mengucap
kalimat tasbih. Dalam hati ia sangat bangga memiliki suami yang menjadikan
istrinya sebagai cinta keempat. Ia bangga memiliki suami yang sangat faham
dengan ulumud dien itu. Ia bangga memiliki seorang suami yang pasti bisa
menuntunnya di dalam bahtera rumah tangga yang akan ia lalui. Ia sangat bangga,
hingga berkaca-kaca, mengeluarkan kristal-kristal bening dari sudut bola
matanya.
§
Tak selang beberapa waktu, datanglah
sang penghulu. Terlantunkan sudah alunan-alunan kata sakral yang disebut sebagai
Mitsaqan Ghalidza itu dari seorang pemuda pemberani itu. Qabiltu nikahaha,
Aisyah binti Aziz bimahrin madzkur. Hallan. saahhh??? saaahh???
§
Diraihlah tangan sang suami lalu ia cium
dengan penuh khidmat. Barakallahu lakuma wa baraka alaikuma wa jama'a bainakma
fii khoiirr ...:D :D
*cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada persamaan nama ataupun kisah
pribadi yang serupa tak lain tak bukan karena DISENGAJA. heheheheheh :D:D
Oleh
pin-pin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar