MASA PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM
A. Pengertian
Pembaharuan Pendidikan Islam.
Lahirnya modernisasi
atau pembaharuan di sebuah tempat akan selalu beriringan dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang berkembang saat itu. Modernisasi atau pembaharuan
bisa diartikan apa saja yang belum di pahami, di terima, atau dilaksanakan oleh
penerima pembaharuan sesungguhnya lebih merupakan upaya atau usaha perbaikan
keadaan baik dari segi cara, konsep, dan serangkaian metode yang bias
diterapkan dalam rangka menghantarkan keadaan yang lebih baik.
Dengan demikian, kalau
kita kaitkan dengan pembaharuan pendidikan Islam akan memberi pengertian bagi
kita, sebagai suatu upaya melakukan proses perunahan kurikulum, cara,
metodologi, situasi dan pendidikan Islam dari yang tradisional (ortodox) kearah
yang lebih rasional, dan professional sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi saat itu.
B. Hal–hal Yang Melatar Belakangi Pembaharuan Pendidikan Islam.
Terpuruknya
nilai–nilai pendidikan dilatar belakangi oleh kondisi internal Islam yang tidak
lagi menganggap ilmu pengetahuan umum sebagai satu kesatuan ilmu yang hareus
diperhatikan. Selanjutnya, ilmu pengetahuan lebih banyak diadopsi bahkan
dimanfaatkan secara komprehensif oleh barat yang pada waktu itu tidak pernah
mengenal ilmu pengetahuan.
Secara garis besar ada
beberapa faktor yang mendorong terjadinya proses pembaharuan pendidikan Islam.
·
Pertama faktor internal yaitu, faktor kebutuhan
pragmatis umat Islam yang sangat memerlukan satu system pendidikan Islam yang
betul – betul bisa dijadikan rujukan dalam rangka mencetak manusia – manusia
muslim yang berkualitas, bertaqwa, dan beriman kepada Allah.
·
Kedua faktor eksternal adanya kontak Islam dengan
barat juga merupakan faktor terpenting yang bisa kita lihat. Adanya kontak ini
paling tidak telah menggugah dan membawa perubahan phragmatik umat islam untuk
belajar secara terus menerus kepada barat, sehingga ketertinggalan yang selama
ini dirasakan akan bisa terminimalisir.
C. Masa Pembaharuan
Pendidikan Islam.
Setelah warisan
filsafat dan ilmu pengetahuaan islamsiterima oleh bangsa Eropa dan umat Islam
sudah tidak memperhatikannya lagi maka secara berangsur-angsur telah
membangkitkan kekuatan di Eropa dan menimbulakn kelemahan dikalangan umat Islam.
Secara berangsur tetapi pasti. Kekuasan umat Islam ditunjukan oleh kekuasan
bangsa Eropa, dan terjadilah penjajahan di mana-mana di seluruh wilayah yang
pernah di kuasai oleh kekuasan Islam. Eksploitasi kekayaan dunia Islam oleh
bangsa Eropa semakin memperlemah kedudukan kaum muslimin dalam segala segi
kehidupannya. Sebenarnya kesadaran akan kelemahan dan ketertringgalan kaum
muslimin dari bengsa Eropa dalam berbagai bidang kehidupan, telah timbul mulai
abad ke 11 H/ 17 M dengan kekalahan yang diderita oleh kerajaan Turki Usmani
dalam peperangan dengan Negara eropa. Mereka mulai memperhatikan kemajuan yang
dicapai oleh Eropa, pertama Prancis yang merupakan pusat kemajuan Eropa pada
masa itu.dan di kirim duta-duta untuk mempelajari kemajuan Eropa, terutama dibidang
militer dan kemajuaan ilmu pengetahuan.
Dalam bidang
pengembengan ilmu pengetahuaan ilmu modern dari barat, untuk pertama kali dalam
dumia islam di buka suatu percetakan di istambul pada tahun 1727 M. dan juga di
adakan percetakan Al-Qur’an, dan ilmu pengetahuan agama yang lainnya juga.
Penduduk Mesir oleh
Napoleon Bonaparte tahun 1798 M, adalah merupakan tonggak sejarah bagi umat
Islam untuk mendapatkan kembali kesadaran akan kelamahan mereka. Ekspedisi
Napoleon tersebut bukan hanya menunjukan akan kelamahan umat Islam. Tetapi juga
sekaligus menunjukan kebodohan mereka. Dalam ekspedisi itu Napoleon membawa
sepasukan tentara dan para ilmuan dengan seperangkat peralatan ilmiah. Untuk
mengadakan penelitian di Mesir.
Eksploitasi dan
intervensi barat lama kalamaan menyadarkan akan keterbelakangan umat Islam.
Mereka sadar kuatnya control barat terhadap mereka terhadap kemajan modern yang
di miliki oleh barat. Inilah yang menyadarkan mereka dari keterbelakangan
mereka dan kelemahannya. Sehingga timbul usaha pembaharuan dalam segala aspek
kehidupan yang di pelopori oleh penguasa, kaum bangsawan, elit, dan
intelegensia.
1. Pola–pola Pembaharuan Pendidikan Islam
·
Golongan yang berorientasi pada pola pendidikan modern
dibarat pada dasarnya mereka berpandangan bahwa sumber kekuatan dan
kesejahteraan hidup yang dialami oleh barat adalah sebagai hasil dari
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang mereka capai.
Perkembangan dari ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang pernah berkembang
didunia Islam. Atas dasar demikian, maka untuk mengembalikan kekuatan dan
kejayaan umat Islam, sumber kekuatan dan kesejahteraan tersebut harus dikuasai
kembali. Dalam hal ini, usaha pembaharuan pendidikan Islam adalah dengan jalan
mendirikan sekolah – sekolah dengan pola sekolah barat, baik system maupun isi
pendidikannya. Di samping itu pengiriman pelajar –pelajar kedunia barat
terutama Prancis untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembaharuan
pendidikan dengan pola barat ini mulanya timbuldi Turki Usmani pada akhir abad
ke 11 H/17 M setelah mengalami kalah perang dengan berbagai Negara Eropa timur
pada masa itu. Sultan Mahmud II ( yang memerintah di Turki Usmani 1807-1839 M),
adalah pelopor pembaharuan pendidikan di Turki. Usaha pembaharuan yang dilakukan
oleh Sultan Mahmud II tersebut diuraikan oleh Harun sebagai berikut: ialah
perubahan dalam bidang pendidikan. Madrasah adalah merupakan satu-satunya
lembaga yang ada di kerajaan Usman.
·
Gerakan Pembaharuan Pendidikan Islam Yang
Berorientasi. Pada sumber Islam yang murni, pola ini berpandangan bahwa
sesungguhnya Islam itu sendiri merupakan sumber bagi kemajuan dan perkembangan
peradaban dan ilmu pengaetahuan modern. Menurut analisa mereka,diantara
sebab-sebab kelemahan umat Islam adalah karena mereka tidak menjalankan
perintah agama Islam secara semestinya. Pola pembaharuan ini telah dirintis
oleh Mahmud Bin Andul Al Wahab, kemudian dicanangkan kembali oleh Jalalludin Al
Afgani dan Muhamad Abduh (akhir abad 19 M). untuk interprestasi diperlukan
ijtihad dan kerenanya pintu ijtihad harus dibuka. Harun Nasution dalam
menjelaskan pemikiran Muhammad Abduh dalam pembaharuan pendidikan di Mesir
menyatakan sebagai berikut.: ia juga memikirkan sekolah – sekolah pemerintah
yang telah didirikan untuk mendidik tenaga – tenaga yang perlu bagi mesir dalam
lapangan administrasi militer, kesehatan, perindustrian, pendidikan dan
sebagainya. Selain itu jumlah sekolah – sekolah pemerintah yang ada tidak sesuai
dengan kebutuhan masyarakat akan kebutuhan pendidikan oleh sebab itu, golongan
pembaharu memerlukan bergerak dibidang pendidikan . Demi memperbaiki mutu
pendidikan Abdulah Ahmad memasukan empat orang guru berbangsa belanda disamping
dua orang Indonesia yang memiliki ijazah His pertama yang di dirikan oleh
organisasi Islam. Setahun berikutnya mendapat subsidi penuh dari Gubernur.
Selain itu Sultan Mahmud II juga mengirim siswa-siswa ke Eropa untuk memper
dalam ilmu pengetahuan dan teknologi langsung dari sumber pengembangannya.
Muhammad Ali Pasya
dalam rangka memperkuat kedudukannya dan sekaligus melaksanakan pembaharuan
pendidikan di Mesir mengadakan pembaharuan dengan jalan mendirikan sekolah yang
meniru system pendidikan dan pengajaran barat dengan memasukkan ilmu
pengetahuan modern ke dalam Al-Azhar dan dengan memperkuat didikan agama di
sekolah-sekolah pemerintah, jarang yang memisah golongan ulama dari golongan
ahli ilmu modern akan dapat diperkecil.
·
Usaha Pembaharuan Pendidikan Yang Berorientasi Pada Nasionalisme.
Rasa nasionalisme timbul bersamaan dengan perkembangannya pada kehidupan modern
dan dimulai dari barat. Islam menghadapi kenyataan bahwa mereka terdiri dari
berbagai bangsa yang berbeda latar belakang dan sejarah perkembangan
kebudayaannya. Disamping itu, adanya keyakinan dikalangan pemikir pembaharuan
dikalangan umat Islam, bahwa pada hakekatnya ajaran Islam bisa diterapkan dan
sesuai dengan segala zaman dan tempat.
2. Tokoh dan Sasaran Pembaharuan Pendidikan Islam.
Tokoh pembaharuan pendidikan
Islam bercorak modernis. Sejalan dengan pembahruan pendidikan Islam penuh
dilakukan pada 3 wilayah kerajaan besar yaitu kerajaan Usmani, Mesir, India.
a). Wilayah Turki
Pembaharuan pendidikan
didunia Islam dimulai dikerajaan Turki Usmani. Faktor yang melatar belakangi
gerakan pembaharuan bermula dari kekalahan-kekalahan kerajaan Usmani dalam
peperangan dengan Eropa.
Adapun tokoh yang
mencoba melakukan upaya tersebut ialah :
·
Sultan Ahmad III. Adanya kekalahan yang dialami
kerajaan Turki Usmani menyebabkan Sultan Ahmad III prihatin dan melakukan
intropeksi, dengan melakukan pengiriman duta ke Eropa untuk mengamati
perkembangan barat. Dengan mendirikan sekolah teknik militer, mendirikan
percetakan untuk mempermudah Access buku pengetahuan. Upaya ini dilakukan
sampai beliau wafat dan kemudian digantikan oleh Sultan Mahmud II.
·
Sultan Mahmud II. Sultan Mahmud II merupakan
kelanjutan dari Sultan Ahmad III. Pembaharuan yang dilakukan dengan memperbaiki
system pendidikan madrasah dengan memasukkan ilmu pengetahuan umum. Kemudian
mendirikan model disekolah barat.
b). Wilayah Mesir
Tokoh yang melakukan
upaya pembaharuan khususnya pendidikan adalah Muhammad Ali Pasya dan Muhammad
Abduh
·
M. Ali Pasya. Ia mendirikan kementrian pendidikan dan
lembaga pendidikan, membuka sekolah teknik , kedokteran, pertambangan, mengirin
siswa untuk belajar kenegri barat. Gerakan pembaharuan memperkenalkan ilmu
pengetahuan dan teknologi barat kepada umat Islam.
·
M. Abduh. Melakukan pembaharuan pendidikan di Al-Azhar
dengan memasukkan ilmu modern. Mendirikan komite perbaikan administrasi
Al-Azhar tahun 1895, melaksanakan pembaharuan administratif yang bermanfaat.
c). Wilayah India.
Pembaharuan pendidikan
Islam di India bertujuan menghilangkan diskriminasi pendidikan Islam
tradisionalis dengan pendidikan sekuler.
Adapun yang menjadi
tokoh pembaharuan di India
·
Sayyid Akhmad Khan (1817 – 1898 M). Ia berpendapat
bahwa peninggkatan kedudukan umat Islam di India dapat diwujudkan dengan
bekerjasama dengan Inggris. Kemudian mendirikan lembaga pendidikan, sekolah
Inggris mudarabbah 1864. kemudian mendirkan pula Scientific Society, mendirikan
lembaga pendidikan yang didalamnya ilmu pengetahuan umum. Itulah beberapa orang
tokoh pembaharuan yang banyak mengadopsi tata cara dan pengetahuan yang datang
dari barat.
3. Dualisme Sistem
Pendidikan Islam
Sebagai akibat dari
usaha pembaharuan pendidikan Islam dalam rangaka untuk mengjar kekurangan dan
ketinggalan dari dunia barat dalam segala aspek kehidupan, maka terdapat
kecendruangan adanya dualisme dalam sisten pendidikan Islam. Usaha pendidikan
modern yang berorientasi pada tiga pola pemikiraan (Islam murni, barat, dan
nasionalisme) yang mengambil pola system pendidikan barat dengan menyesuaikan
Islam dan kepentingan nasional.
Sistem pendidikan
modern, dilaksnakan pemerintah untuk memenuhi tenaga ahli untuk kepentingan
pemerintah dengan menggunakan kurikulum dan mengembangkan ilmu pengetahuan
modern. Sedangkan sisten pendidikan tradisional, tetep mempertahankan kurikulum
tradisional yang hanya memberikan pemdidikan dan pengarahan keagamaan pada
madrasah dan pondok pesantren. Dualisme dan pola pendidikan ini yang mewarnai
pendidikan Islam di Negara Islam di zaman modern.
Usaha pendidikan untuk
memadukan antara kedua sistem itu telah diadakan dengan jalan memasukkan
kurikulum ilmu pengetahuan modern kedalam system pendidikan tradisonal yang
berangsur-angsur mengarah kesistem pendidikan modern.
DAFTAR PUSTAKA
Http:// fauzanma-fitku in Jakarta. Blogspot. Com/2009/04/Pembaharuan Pendidikan Islam.html
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: logos,1999
Harun nasution, Pembaharuan Dalam Islam, bulan bintang Jakarta. 1982.
Asraha Hanun, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: logos Cet. 1. 1999.
Azra Azyumardi.”Surau Ditengah Krisis, Pesantren Dalam Perspektif Masyarakat” Jak
endahuluan
Sejarah perkembangan
pendidikan Islam dimulai sejak agama Islam masuk ke Indonesia, yaitu kira-kira
pada abad kedua belas Masehi1.
Salah satu stetemen yang sulit di sangkal, bahwa Islam sangat besar pengaruhnya
bagi pembentukan budaya dan tradisi mansyarakat Indonesia sampai hari ini.
Eksistensi Islam di Indonesia sangat mempengaruhi kultur budaya masyarakat yang
mayoritas beragama Islam, dan terbesar di dunia merupakan bukti bahwa Islam
sangat berpengaruh terlebih dalam pembinaan masyarakat melalui pendidikan yang
sudah ada di pesisir terutama di Aceh dan Selat Malaka.
Sejak mulai masuk
Islam ke tanah Aceh ( 1290 M ) pendidikan dan pengajaran mulai lahir dan tumbuh
dengan amat suburnya. Terutama setelah berdiri kerajaan Islam di Pasai dan
banyak Ulama Islam yang mendirikan pesentren seperti Tengku di Geuredong,
Tengku Cut Maplam2.
Perkembangan
pendidikan Islam di Indonesia pada awal permulan masih dilaksanakan secara
tradisional belum tersusun kurikulum seperti saat ini. Baik itu pendidikan di
surau maupun pesantren. Mondernisasi pendidikan Islam di Indonesia sangat di
perlukan. Modernisasi pendidikan Islam diakui tidaklah bersumber dari kalangan
Muslim sendiri, melainkan diperkenalkan oleh pemerintahan kolonial belanda pada
awal abad 19.
Program modernisasi
pendidikan Islam mempunyai akar-akarnya tetang “Modernisasi” pemikiran dan
instituisi Islam secara keseluruhan. Dengan kata lain modernisasi pendidikan
Islam tidak bisa dipisahkan dengan gagasan dan program modernisasi Islam.
Kerangka dasar yang berada dibalik modernisasi Islam secara keseluruhan adalah
modernisasi pemikiran dan kelembagaan Islam merupakan persyarat bagi
kebangkitan kaum muslim di masa modern3.
Pendidikan Islam baik
itu kelembagaan dan pemikiran haruslah dimodernisasi, mempertahankan
kelembagaan Islam tradisional hanya akan memperpanjang nestapa ketidakberdayaan
kaum muslimin dalam berhadapan dengan kemajuan dunia modern4.
Menurut Ibn Taimiyah
secara umum pembaharuan dalam Islam timbul karena : 1) membudayanya khurafat di
kalangan kaum Muslimin, 2) kejumudan atau ditutupnya pintu ijtihad dianggap
telah membodohkan umat Islam, 3) terpecahnya persatuan umat Islam sehingga
sulit membangun dan maju, 4) kontak antara barat dengan Islam telah menyadarkan
kaum Muslimin akan kemunduran.5
Pembaharuan atau
modernisasi pendidikan Islam di Indonesia di awali oleh para pelajar-pelajar
Muslim Indonesia yang belajar ke timur Tengah lebih khusus di Mekkah. Setelah
selesai mereka kembali dengan membawa perubahan dalam pendidikan Islam dari
cara tradisional ke pendidikan secara modern.
II. Pembahasan
A. Priode Pendidikan
Islam Di Indonesia
1. Pendidikan Islam Di Indonesia Pada Tahun
1899-1930.
Pendidikan Islam di Indonesia
sebelum tahun 1900 masih bersifat halaqoh ( nonklasikal). Selain itu
madrasah-madrasah tidak besar sehingga kita tidak menemukan sisa-sisanya. Salah
satu pesantren yang berdiri sebelum tahun 1900 yaitu pesantren Tebuireng yang
didirikan K.H Hasyim Asy’ari6.
Tokoh-tokoh Islam
Indonesia yang mendirikan pesantren merupakan Alumni-alumni dari Mekkah .
Mereka bersamaan naik haji dan tinggal beberapa tahun untuk belajar mendalami
ilmu agama setelah tamat mereka kembali ke Indonesia membawa warna baru bagi
pendidikan Islam . Tokoh tersebutlah yang mendirikan pesantren seperti
pesantren Tebuireng yang dirikan oleh KH. Hasyim ‘Asy’ari, pesantren
Al-Mushatafiyah Purba baru Tapanuli selatan yang dirikan oleh Syaik Mustafa
Husein tahun 19137.
Dalam sejarah
Minangkabau terdapat ulama besar dan termasyhur ialah syekh Burhanuddin murid
dari Syekh Abdul-Rauf Singkil ( Aceh) yang telah mendirikan Surau di Ulakan
Pariaman. Beliau ini yang mengembangkan Pendidikan agama Islam di daerah
Minangkabau8.
Metodologi pengajaran
masih didominasi oleh system sorogan, dimana guru membaca buku yang berbahasa
Arab dan menerangkan dengan bahasa daerah kemudian murid-murid mendengarkan.
Selain itu evaluasi belajar sangat kurang diperhatikan, hal ini didiga karena
tujuan belajarnya lillahi ta’ala.9
Secara umum kurikulum
lembaga pendidikan Islam tahun 1930 meliputi ilmu-ilmu ; bahasa Arab dengan
tata bahasanya fiqh, akidah, akhlak dan pendidikan. Sarana pendidikan yang
dipergunakan masjid dan madrasah ( kelas). Kelas tidak diukur dari hasil
evaluasi tapi kelas menurut tahun masuk atau periodisasi. Tidak ada istilah
kenaikan kelas, begitu 6 tahun atau 7 tahun mereka dianggap sudah tamat dan
berhak untuk mengajar10.
Bahwa pendidikan pada
masa sebelum tahun 1900 merupakan masa tradisional dalam system pendidikan
Islam di Indonesia. Masa tersebut belum adanya pembaharuan tentang system
pendidikan baik pada kurikulum, kitab-kitab yang masih banyak menggunakan
tulisan tangan manusia dan metode pengajaran yang mengunkan system bandungan
dan halaqah dalam proses belajar mengajar.
2. Pendidikan Islam di
Indonesia pada tahun 1931-194511
Menurut Mahmud yunus
dimana dimulainya modernisasi pendidikan Islam di Indonesia di mulai dari tahun
1931 lembaga pendidikan Islam Indonesia memasuki warna baru. Pembaharuan
pendidikan Islam Indonesia di rintis oleh para alumni-alumni yang belajar di
negara timur tengah khususnya Mekkah.
Pengaruh pendidikan
modern sangat mendapat respon positif, karena banyak lembaga pendidikan yang
menganut system modern seperti Kulliah Mu’allimin Islamiyah yang berdiri pada
tahun 1931 Pimpinan Mahmud yunus. Selain itu Pondok Modern Darussalam Gontor
ponorogo pimpinan K.H Imam Zarkasyi sudah mengikuti kurikulum dan system
pendidikanNormal sebelumnya masih secar tradisional.
Selain pengetahuan
umum sebagai pembaharuan dalam periode ini, selain itu juga pembaharuan dalam
bidang metodologi misalnya Mahmud Yunus menerapkan tariqah al-mubasyirah dalam
belajar bahasa Arab, dan metodologi pengajaran setiap bidang studi sangat
variatif. Adapun evaluasi sudah menjadi alat ukur keberhasilan siswa.
Menurut Imam Zarkasyi
pengaruh pembaharuan pada masa ini terhadap masyarakat, yakni wawasan keislaman
umat Islam semakin luas, pola pikir semakin rasional, alumni pesantren dapat
melanjutkan pendidikan ke universitas baik dalam maupun luar negeri.
Awal abad ke-20
merupakan masa pembaharuan model dan system pendidikan Islam di Indonesia.
Pembaharuan tersebut berasal baik dari kaum reformis Muslim sendiri maupun dari
pemeritahan kolonial Belanda.
B. Lembaga pendidikan Islam Indonesia
1. Pesantren
a. Gambaran Umum
pesantren Masa Awal
Pesantren atau pondok
pesantren merupakan sebuah pondok pendidikan yang terdiri dari seorang
guru-pemimpin umumnya seorang haji, yang disebut kyai dan kelompok murid
laki-laki yang berjumlah tiga sampai ribuan orang yang disebut santri. Secara
tradisional, sampai tingkat tertentu, para santri tinggal dalam pondok yang
menyerupai asrama biara, mereka mengurusi diri sendiri mulai dari memasak
hingga mencuci pakaian sendiri.
Bangunan pokok
pesantren hampir keseluruhan, kecuali dewasa ini, terletak di luar kota,
biasanya terdiri dari sebuah masjid, rumah kyai dan sederet pondokan santri.
Pengajaran sendiri dilakukan tanpa paksaan, santri tidak dipaksa untuk
menghadiri pengajian yang dilakukan kyai, karena santri dapat tetap di pondok
asal dapat menafkahi dirinya sendiri. Karena itu tingkat penguasaan santri amat
tergantung pada individu santri sendiri. Individu yang giat akan memperoleh
hasil yang memuaskan, sebaliknya banyak pula santri yang tidak membawa bekal
ilmu yang berarti. Dengan demikian dalam system pondok tidak terdapat kelas
atau penilian, karena santri dapat meninggalkan kapanpun mereka mau.
Dengan demikian jalur
keluar masuk orang dalam pondok pesantren sangat bebas, tidak ada ikatan, cukup
dengan izin kyai yang mudah diperoleh jika memiliki reputasi baik. Bagi santri
ingin menjelajahi berbagai pondok pesantren demi spesialisasi ke ilmuan yang
dimiliki para kyai yang jelas dan berbeda. Seorang kyai mungkin ahli dalam
fiqh, hadits, teologi, ataupun filsafat.
Walaupun ada indikasi
yang menyamakan pesantren dengan biara, namun pesantren amat berbeda dengan
biara karena tidak dihalangi bagi santri untuk menikah, status perkawinan
apapun yang dimiliki seseorang tidak menghalanginya untuk pondok di pesantren12.
Berdasarkan gambaran
tersebut bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang amat terbuka, lembaga
pendidikan agama yang dibuka siapa saja yang haus pengetahuan agama, tanpa
ikatan yang ingin memperdalam ilmu agama. Pesantren merupakan sebuah lembaga
pendidikan yang sangat khas dan tidak terdapat diluar Indonesia.
b. asal usul Pesantren
Pesantren merupakan
tradisi pengajaran agama Islam orisinil yang lahir dari tradisi Islam Indonesia
sendiri yang khas. Pesantren bermula di tanah Jawa dan meluas hingga keluar
jawa termasuk semanjung Malaka. Alasan pokok pendirian pesantren adalah untuk
mentrasmisi Islam tradisional sebagaimana terdapat dalam Kitab-kitab klasik
yang ditulis para ulama besar berabad-abad lalu. Kitab-kitab klasik tersebutlah
yang dikenal dalam tradisi pesantren sebagai kitab kuning, yang
mempersentasikan warna kertas kitab yang menguning13.
Sejarah rinci awal
mula pesantren, dalam kenyataannya tidak banyak diketahui karena minimnya
informasi yang merinci kapan lembaga tersebut pertama kali mucul. Dalam
berbagai babak walaupun pesantren di jelaskan seperti dalam Serat Centini,
namun kurang akurat sebagai sumber karena tidak menyebutkan pesantren secara
langsung. Lembaga pendidikan yang terdapat di sana hanya di namakan Paguron
atau Padepokan 14.
Beberapa pakar justru
melihat pesantren sebagai hasil adopsi dari system pendidikan kutab yang
berkembang dalam tradisi Islam klasik, mulai dari dinasti Umayyah hingga
selanjutnya. Di mana model pendidikan kutab yanag terdapat dalam tradisi Islam
abad tengah, dalam tradisi Islam-Indonesia kemudian dipopulerkan dengan nama “
Pondok Pesantren “ yaitu lembaga pendidikan Islam di dalamnya terdapat seorang
kyai ( pendidik) yang mengajar dan mendidik para santri ( pelajar) melalui
sarana masjid digunakan sebagai tempat penyelenggarakan pendidikan tersebut,
dilengkapi pula dengan fasilitas pemondokan bagi para santri yang kebanyakan
berasal dari luar daerah. Ciri-ciri awal pesantren adalah; 1) Adanya kyai
sebagai pengajar, 2) adanya santri sebagi pelajar, 3) adanya masjid sebagai
sarana pembelajaran, 4) adanya pemondokan santri.15
Namun demikian, masih
terdapat paradoks tentang asal usul pesantren. Pesantren dari segi bentuk,
memang dapat dilihat sebagai lembaga tipikal Indonesia yang khas, yang berbeda
dengan pendidikan tradisional Islam lainnya, namun pada sisi lain, tradisi
kitab kuning yagn mewarnai pesantren jelas tidak berorientasi Indonesia tapi
berorientasi Mekkah sebagai pusat Islam.
c. Sejarah
perkembangan pesantren
1. Pesantren periode
pra abad-19
Menurut riwayat yang
pertama kali mengadakan ‘ pondok pesantren” bukan dalam arti sesungguhnya
sebagai tempat bagi santri untuk memperdalam ilmu agama, adalah Maulana Malik
Ibrahim atau sunan Gresik ( w. 1419 M ). Yang dirikan di Jawa.16
Pada tahun 1475
diterangkan pula bahwa Raden Fattah telah mendirikan di hutan Glagah Arum, yang
diupayakan untuk mendidik para da’I dalam propaganda islam . perkembangan
pesantren terus melaju hingga berdirinya kerajaan Demak, pelajaran yang
diberikan umumnya pelajaran Islam tingkat dasar, kitab yang dipergunakan
dinamakan prombon, juga memuat ilmu agama dasar, doa, pertabiban dan ilmu
ghaib. Primbon tersebut biasa terlarang bagi yang tidak berhak menjadi murid.
Pelajaran agama saat masih sangat sederhana. Hal ini berlangsung hingga
menjelang abad ke-1917.
Survai belanda pertama
terhadap pendidikan asli tahun 1819, bahkan memberi kesan bahwa pesantren yang
betul memang belum ada saat itu di seluruh Jawa. Lembaga-lembaga pendidikan
yang ada mirip pesantren ( pengajian al-Qur’an), tersebar di priangan,
Pekalongan, Rembang, Kedua, Surabaya, Madiun, dan Ponorogo, di daerah lain
tidak terdapat pendidikan resmi sama sekali, kecuali pendidikan yang didirikan
di rumah pribadi atau masjid. Demikian juga di kalimantan, Sulawesi dan lombok,
belum terdapat pesantren sebelum abad ke-20, pendidikan Islam hanya dilakukan
secara informal di masjid atau dirumah para kyai. Bagi yang memiliki minat
keilmuan tinggi biasanya langsung menuju Jawa atau Mekkah untuk menimbah Ilmu.18
2. Pesantren abad
ke-19
Memasuki abad ke-19
baru terdapat pesantren yang benar-benar diakui secara luas sebagai pesantren.
Pesantren pada masa ini masih terkenal adalah : 1) pesantren Tebuireng yang
didirikan 26 Rabi’ul awal tahun 1899 M. oleh KH. Hasyim Asy’ari, 2) Pondok
pesantren Tambak Beras Jombang, didirikan oleh kyai Hasbullah, 3) pesantren
Redjoso, Peterongan, Jombang didirikan oleh KH.Tamin pada tahun 1919, kemudian
diteruskan oleh KH. Ramli Tamin dan juga KH. Mustami’an Ramli. 4) Pondok
pesantren Modern Gontot Ponorogo oleh KH ImamZarkasyi pada tahun1926M.19
Pondok pesantren dalam
perkembangannya telah banyak memberikan sumbangan bagi Indonesia, bahkan
beberapa cendikiawan besar, ulama besar dan bahkan birokrat banyak yang berasal
dari pondok ini.
Selain di Jawa, pondok
pesantren pada abad ke-19 dan juga abad ke-20 telah tersebar di seluruh
Indonesia, dapat dikatakan teersebar hampir keseluruh penjuru nusantra, Jambi
misalnya memiliki pesantren Nurul Iman, walaupun dikatakan Madrasah namun
menggunakan system pesantren yang diperbaharui.
d. Tradisi keilmuan
a. Metode pengajaran
di pesantren
Tradisi keilmuan di
pesantren disinyalir oleh Krel A. Steen Brink sebagai kelanjutan dari tradisi
pengajaran Al-Qur’an sebagai lembaga pendidikan Islam secara sederhana di
Indonesia. Dalam tradisi keilmuan pesantren pengajaran di mulai dengan
pendidikan bahasa Arab, melalui pengajian kitab untuk mempelajari bahasa Arab
yang tersusun pendek dalam bentuk sajak. Para murid diharuskan menghafal teks
Arab tersebut dengan fasih dan lancar, baru kemudian kandungan dari hafalan
diuraikan oleh para kyai.
Pada pesantren yang
melibatkan jumlah santri yang besar, pengajaran bahasa diberikan dengan
melibatkan para guru Bantu ( Ustaz) yaitu murid yang mendapat kepercayaan dari
para kyai untuk mengajar santri-santri di bawahnya. Untuk pengajaran tersebut,
metode yang digunakan masih serupa dengan pengajian Al-Qur’an, yaitu secara
individual ( metode Sorongan).
Dalam kenyataan di
lapangan metode sorongan banyak menghadapi kendala, karena minimnya sarana yang
ada ( minimnya kitab) dan tidak ada penerapan disiplin yang keras, padahal
secara psikologis para santri umumnya adalah anak-anak atau remaja yang baru
berpisah dari orang tuanya. Akibatnya, hasil pengajaran cenderung kurang
memuaskan dan sangat tergatung pada individu masing-masing santri, bahkan ada
indikasi sebagian santri tidak dapat memperoleh hasil pendidikan lebih lanjut
karena gagal dalam system sorongan20.
Metode pengajaran
individual ataupun sorongan, diberikan untuk pelajaran bahasa tingkat dasar dan
tinggi, berupa pelajaran Nahwu dan Sharaf yang memakan waktu lama belajar
sangat relatif antara enam bulan sampai enam tahun bahkan lebih tergantung pada
kyai dan bakat para santri.
Metode sorongan
walaupun berada dalam tahap awal, namun merupakan metode yang paling sulit
dilakukan, karena metode tersebut sangat individual, menuntut kesabaran,
kerajinan, ketaatan, kedispinan santri perindividual tanpa paksaan kyai. Karena
itu kebanyakan santri yang tidak mampu memantapkan diri pada metode tersebut
juga gagal dalam pelajaran yang lebih tinggi dengan metode bandongan atau
weton. Dengan demikian hanya santri yang mantap dalam metode sorongan yang akan
memperoleh hasil dari metode bandongan21
Metode bandongan
diterapkan untuk tingkat pelajaran- keagamaan tingkat tinggi yang diberikan
setelah santri menguasai pelajaran bahasa Arab. Pelajaran tingkat tinggi
tersebut meliputi ilmu fiqh, tauhid atau ushuluddin serta tafsir Al-Qur’an.
Setelah itu santri dapat mengambil pelajaran sampingan seperti tasawuf, hisab
atau falak, yang tergantung pada keahlian dan perhatian para kyai.
Metode bandongan atau
weton biasa dikongkritkan dalam bentuk pengajian bersistem halaqah, para kyai
hanya membaca teks baris demi baris, menerjemahkan dan kalau dipandang perlu
disertai dengan penjelasan yang cukup panjang. Dengan metode demikian, seorang
santri dapat mempelajari satu karya yang luas selama beberapa tahun, sebelum
dapat mengerti keseluruhan isi kitab. Lamanya waktu belajar disebabkan pula
oleh kebiasaan para kyai untuk membaca beberapa kitab yang dikuasai sekaligus.
Palajaran ini berlangsung hingga bertahun-tahun dan hanya diselingi dengan
liburan Maulud dan Ramadhan selama sebulan atau lebih22.
Keberhasilan metode
bandongan juga sangat individual, karena seorang santri tidah harus menunjukkan
bahwa mereka telah mengerti pelajaran yang dihadapi. Bahkan dalam prakteknya
para kyai cenderung memahami para santri telah memiliki dasar untuk metode
tersebut sihingga metode tersebut biasa berjalan cepat tanpa mengulas bahasan
yang dianggap mudah. Sistem hanya efektif bagi santri yang telah mantap dalam
metode sorongan 23.
Jika dipandang dari
sudut pengembangan intelektual, tradisi keilmuan tercermin dari metode
pengajaran yang diterapkan di pesantren, hanya bermanfaat bagi para santri yang
rajin, cerdas, memiliki kemauan keras untuk mempelajari agama. Serta santri
yang bersedia mengorbankan waktu untuk mengabdi pada agama. Dengan nada
sindiran yang kritis bahkan Mahmud Junus menyatakan bahwa metode sorogan atau
bandongan bersistem halaqah yang diterapkan dalam pesantren hanya dapat
menghasil satu persen santri yang pandai dan 99 persen hanya pandai untuk
membeli minyak atau kebutuhan dapur dengan harga yang murah 24.
Penilaian mahmud Junus
memang dapat dibenarkan jika hanya ditilik dari segi intelektual, namun
pandangan tersebut cenderung radikal dan agak tertutup, karena jika diteliti
lebih luas, pesantren justeru amat berhasil dalam pengajaran agama terutama
dalam menanamkan pengaruh agamis yang dihasilkan dari lingkungan pesantren yang
khas, berupa disiplin dalam menegakkan shalat dan kewajiban Islam lainnya.
Jenis perolehan ini malah lebih penting dari pada sekedar kepandian formal
intelektual. Mengingat ,harapan para orang tua sendiri ketika merelakan anak-anaknya
pergi kepesantren tidak dititik beratkan untuk menjadikan anaknya sebagai
ulama, tapi bagaimana harus menjadi umat Islam yang baik25.
Santri baru dalam
pesantren tidak diikat tahun ajaran baru, mereka bebas masuk kapan saja. Karena
itu untuk menyesuaikan diri atas pelajaran yang dilalui santri yunior dibimbing
oleh santri senior beberapa bulan satri baru terus dibimbing hingga dinilai
mampu mengikuti pelajaran yang diberikan oleh kyai 26.
kegiatan bimbingan dari santri senior biasa dilakukan dalam berbagai halaqoh
dengan metode bandongan, dengan mengajarkan berbagai kitab mulai dari
kitab-kitab elementer hingga ke kitab tingkat tinggi. Kegiatan ini dilakukan
dari pagi buta ( subuh)hingga larut malam, kecuali hari jum’at. Keadaan ini
memungkinkan karena memang terdapat santri senior yang di beri wewenang oleh
kyai untuk membimbing yuniornya, para santri senior biasanya dipanggil ustaz
oleh santri yunior. Selanjutnya, beberapa ustaz pilihan yang telah
berpengalaman akan diangkat menjadi kyai muda yang dipersiapkan sebagai
regenerasi para kyai.27
Para ustaz sendiri
bukannya tidak lagi belajar, mereka tetap dibimbing oleh kyai dalam kelas
musyawarah, memiliki system pengajaran amat berbeda dengan system sorongan atau
bandongan. Dalam system tersebut para ustaz harus memperlajari sendiri kitab
yang ditunjuk, baru kemudian diadakan semacam seminar dengan panduan kyai.
Biasanya hampir seluruh proses musyawarah dilakukan dalam bahasa Arab, yang
merupakan sarana latihan untuk mematangkan kemampuan bahasa juga menyerap
argumentasi yang terkandung dalam kitab klasik. Jika terdapat ustaz yang
dinilai mampu menggali sumber referensi dari berbagai kitab dan mempu
menyelesaikan problem yang diberikan kyai maka ustaz tersebut akan
direkomendasikan untuk mengajar kitab-kitab tingkat tinggi ( kyai muda)28.
Dengan demikian dalam
pesantren dapat dikatakan terdapat struktur social yang hirarki menurut
penguasaan ilmu. Struktur tersebut berjenjang dari kyai sebagai pimpinan
tertinggi dan pemilik pesantren , kyai muda, ustaz, santri senior, dan juga santri
yunior.
Walaupun kyai diakui
sebagai pimpinan puncak pesantren, namun dalam kehidupan social dalam pesantren
hampir seluruhnya diatur oleh para santri sendiri. Kyai tidak terlibat dalam
kehidupan para santri, kyai hanya mengajar, menjadi imam, dan khatib shalat
jum’at, serti memberi hiburan dan doa bagi tertimpa kemalangan seperti sakit.
Selebihnya, seluruhnya segi kehidupan dalam pesantren diatur oleh para santri
sendiri yang terdiri dari kyai muda hingga santri yunior. Untuk para santri
biasa memilih seorang lurah pondok yang akan mengatur dan bertanggung jawab
pada kehidupan bersama para santri. Bersama kyai, lurah menyusun peraturan
untuk persoalan-persoalan praktis yang pelaksanannya diserahkan sepenuhnya
kepada lurah pondok29.
Dalam kehidupan social
demikian jelas bahwa para santri dalam lingkungan pesantren seakan hidup dalam
miniatur masyarakat. Oleh karena itu pula biasanya santri setelah hidup di
dalam masyarakat yang sebenarnya, cenderung memiliki daya adaptasi social atau
adjustment yang sangat tinggi. Mereka bahkan cerderung menjadi pengatur dalam
strata social, mulai dari tingkat terendah hingga tingkat tinggi seperti dalam
tingkat kenegaraan.
b. Kitab kuning dan
tradisi keilmuan di pesantren
Masalah kitab kuning
dalam tradisi keilmuan pesantren tidak disampingkan, karena justru kitab kuning
merupakan centra kajian keilmuan di pesantren. Permasalahan kitab kuning yang
membentuk tradisi keilmuan pesantren sendiri cukup kompleks meliputi wujud dan
bentuknya, sistematika dan bahasa, serta isi.
Tentang wujud dan
bentuk, kitab kuning merupakan kitab-kitab yang dicetak dalam aksara Arab, baik
berbahasa Arab, Melayu, Jawa, Sunda atau bahasa daerah lainnya, tanpa memakai
harakat atau syakal, Karen itu ia disebut pula dengan kitab gundul. Karena itu
pula untuk mampu membaca dan memahami kitab tersebut dibutuhkan keahlian bahasa
dan tata bahasa Arab yang cukup baik, terutama ilmu nahwu dan sharaf /
tasrifan. Umumnya kitab kuning dicetak pada kertas berwarna kuning karena
kualitasnya yang kurang baik ; kitab juga tidak dijilid hingga dapat diambil
perbab atau perlembar denga mudah.
Adapun isi kandungan
kitab kuning meliputi beraneka ragam ilmu yang berkembang dalam tradisi Islam,
seperti ilmu syari’at, adab-kesusasteraan, bahasa, pengetahuan umum, sejarah,
matematika, metafisika, filsafat, mistik dan berbagai bidang keilmuan ulama
klasik. Namun dapat dikatakan bahwa ilmu fiqh dan berbagai ilmu bantunya masio
mendominasi isi kitab kuning. Karena itu tidak mengherankan bila isi kitab
kuning cenderung diasosiaskan dengan fiqh30.
Namun, tradisi
keilmuan dalam pesantren tidak hanya dipengaruhi oleh kitab kuning karena ia
dipengaruhi pula oleh basis sejarah tertentu. Pada awalnya pesantren memang
sarat dengan tradisi tasawuf bahkan ada indikasi bahwa tiap pesantren memperaktikkan
terekat tasawuf tertentu, terutama yang berkembang dari Syekh Abdul Qadir
Jailani. Namun pada akhir abad ke –19 sebagai akibat banyaknya santri dan
jumlah haji tanah air, maka pesantren juga diwarnai oleh semangat nasionalisme,
yang menyadarkan bagi kebangkitan Islam. Bahkan pada paruh abad ke-19 ketika
banyak ulama Indonesia terkenal di Mekkah dan Madinah mereka turut menggiring
Islam varian local Indonesia menuju Islam Internasional, hingga aspek-aspek
terekat atau tasawuf dalam pesantren agak luntur. Dengan pertambahan
pengetahuan, kemudian pesantren menjadi lebih toleran terhadap perbedaan
pendapat dan lebih seirama dengan Islam timur Tengah, namun hal tersebut tidak
sepenuhnya melunturkan Pesantren dari watak lokalnya. Dengan demikian pesantren
turut diwarnai oleh Islam tradisional yang menjadi mainstream pemikiran Islam
Internasional ketika itu.
Selain itu ada tradisi
unik yang berkembang dalam tradisi pesantren di akhir abad ke-19, yaitu tidak
afdalnya seorang santri yang melanjutkan studi di Mekkah tanpa bimbingan oleh
ulama asal Jawa ( Indonesia) yang telah menjadi ulama di Masjid Al-Haram
Mekkah, seperti Syekh Nawawi Al-Bateni dan Syekh Mahfudz dari Tremas31.
Berasal hasil
interaksi tersebut kemudian para santri yang belajar di Mekkah berkenalan
dengan tradisi pendidikan baru dengan system madrasah. Sebagai akibatnya,
pesantren yang awalnya dikelola dalam system tradisional lambat laun menjadi
modern, dan turut menyertakan santri putrid dalam strata santrinya. Hal ini
berlangsung dari tahun 1910 dan 1920, di mana kurikulum pesantren tidak lagi
dibatasi pada ilmu agama namun telah meliputi pula ilmu umum.32
Dengan demikian
tradisi keilmuan pesantren dapat dikatakan mengalami beberapa perubahan,
seiring dengan perubahan paradigma pendidikan tradisional dengan system atau
metode sorongan dan bandongan, menuju paradigma pendidikan modern dengan metode
modern. Singkatnya tradisi keilmuan pesantren sebernarnya amat dinamis, dan
sebenarnya tidaklah tradisional sebagaimana anggapan awam, karena pesantren
senantiasa mengembangkan tradisi keilmuannya, bah kini pesantren tidak lagi
asing dengan pelajaran bahasa Inggris atau keilmuan umum lainnya.
2. Surau
a. Pengertian surau
Kata Surau menurut
bahasa berarti tempat atau tempat penyembahan. Menurut pengertian asalnya
adalah bangunan kecil yang dibangun untuk penyembahan arwah nenek moyang.
pengertian yang sama yaitu tempat penyembahan arwah nenek moyang. Bangunan
surau pada awalnya dibangun dipuncak bukit atau lingkungan yang lebih tinggi . 33
Surau menurut istilah
Melayu – Indonesia adalah Surau . Arti kata surau sangat luas penggunaannya di
Asia tenggara. Karena banyak digunakan di gunakan didaerah Minagkabau, Sumatera
selatan, Semanjung Malasyia, Sumatera Tengah dan Patani ( Thailand Selatan) .
Surau tersebut merupakan kebudayaan pedesaan yang perkembangannya lebih akhir
dan dapat ditemukan di daerah urban34.
Surau dalam
perkembangannya setelah datangnya Islam, mengalami perubahan yang dasat tanpa
perubahan nama. Seperti surau hindu-budha yang berada puncak bukit cepat hilang
di bawah pengaruh Islam.
b. Surau pada
perkembangan Islam
Perkembangan istilah
surau setelah masuknya Islam mengacuh kepada “ masjid kecil” yang biasanya
tidak digunakan untuk shalat jum’at. Perbedaan penggunaan surau dan masjid
cukup kabur, contoh Malasyia khsususnya klatan surau adalah pusat ritual
keagamaan di pedesaan dan pusat kegiatan keagamaan lainnya termasuk pendidikan
agama. Di Malasyia ada dua istilah Surau kecil umumnya tempat pengajian
al-Qur’an dan pendidikan agama dasar dan surau besar sama fungsinya di
Indonesia seperti masjid dan tempat pendidikan agama yang arti sebenarnya.
Fungsi surau sama
dengan langgar di jawa sama kedudukannya. Seperti Surau pada daerah Minangkabau
sama dengan Pesantren di Jawa atau pondok di Malasyia. Dengan demikian surau
dalam pengertian sebenarnya adalah pusat pengajaran Islam tinggi bagi pelajara
tingkat lanjutan35.
c. Surau dalam sejarah
Minangkabau.
Sejarah pendidikan
Islam di Minangkabau mulai dari 1900, yang mengalami perubahan semenjak terjadi
pertempuran Padri. Tetapi sebelumnya kita melihat pendidikan Islam sebelum
tahun 1900 M. Menurut pendapat setengah para ahli bahwa agama Islam masuk ke
Minangkabau kira-kira pada tahun 1250 M36.
Maka tentutlah waktu itu mulainya sejarah pendidikan agama Islam. Selain itu
menurut ahli sejarah kerajaan Islam berdiri di Minangkabau pada tahun 1500 atau
1650 M. bahwa sesungguhnya bahwa kerajaan Islamlah yang baru berdiri. Pada
kenyataannya Islam telah masuk ke Minangkabau sebelum tahun 1500 M37.
Menurut Ahmad Yunus
bahwa orang-orang Minangkabau suka merantau dan banyak mengadakan hubungan
dengan Malaka. Meraka pergi merantau menghiliri sungai kampar dan sungai siak,
lalu berlayar ke malaka. Malaka pada saat itu agama Islam sudah maju dan pesat
perkembangannnya. Agama Islam Masuk ke Minangkabau melalui dua jurusan : a)
dari Malaka, melalui sungai sungai siak dan sungai Kampar lalu terus ke pusat
Minangkabau. b) Dari Aceh, melalui pesisir barat38.
Islam di Minangkabau
mengalami perbedaan pengaruhnya, pada bagian pesisir syarak lebih kuat dari
pengaruh adat, sebab itu gelaran sutan, Bagindo atau Marah dari ayah ke ana,
bukan dari mamak kepada kemenakan. Tetapi pada bagian darat pengaruh adat lebih
kuat dari pada pengaruh syarak. Sebab gelar penghulu, Manti dan sebagainya
turun dari mamak kepada kemenakan, bukan dari ayah kepada anak.
Setelah kerajaan Islam
berdiri di Minangkabau, peraturan-peraturan yang berlaku dalam negeri namai
hokum adat dan peraturan-peraturan secara Islam namai hokum Syarak. Sehingga
pepatah adat yang bunyi; Adat bersendi syarak, syarak bersendi adat, Adat
bersendi syarak, syarak bersendi Kitabullah.
Surau di Minangkabu
pertamakali didirikan oleh raja Adityawarman tahun 1356 di kawasan Bukit Gombak39.
Fungsi surau tersebut untuk sebagai pusat peribadatan hindhu-budha juga untuk
pertemuan anak –anak muda untuk mempelajari berbagai pengetahuan dan
keterampilan sebagai persiapan menempuh kehidupan. Selain itu surau sebelum
datang Islam di Minangkabau telah mempunyai kedudukan penting dalam struktur
masyarakat
Menurut ketentuan adat
Minangkabau surau berfungsi sebagai tempat berkumpulnya para remaja, laki-laki
dewasa yang belum kawin atau duda. Selain itu bagi laki-laki yang tak mempunyai
kamar di rumah orang tuanya mereka, maka mereka bermalam disurau. Oleh karena
itu surau mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kedewasaan generasi muda
Minangkabau, baik dari segi ilmu pengetahuan maupun keterampilan praktis.
Fungsi surau tidak
berubah setelah datangnya Islam. Hanya saja fungsi keagamaanya semakin penting.
Surau pertama kali dipergunakan untuk mengembangakan lembaga pendidikan agama
Islam oleh syekh Burhanuddin di ulakan Pariaman. Syekh Burhanuddin dilahirkan
di Sintuk Pariaman pada tahun 1066H = ( 1646 M ) dan wafat tahun 1111 H ( 1691
M) pada usia lebih kurang 45 Tahun40.
Syekh Burhanuddin
belajar ilmu agama di Aceh ( kotaraja) pada syekh Abdul-Rauf bin Ali berasal
dari Singkil, ia belajar dengan rajin sehingga ia menjadi ulama besar. Setelah
ia kembali pulang ke Pariaman menyiarkan ilmu agama Islam. Mula-mula tempat
lahirnya di Siantuk, kemudian pindah ke Ulakan. Di Ulakan beliau mengajarakan
agama Islam dan membukan madrasah ( surau) tempat pendidikan dan pengajaran.
Lebih lanjut menurut Ahmad Yunus barangkali surau pertama yang mula-mula
didirikan di Minangkabau41.
Syekh Burhanuddin
disamping mengajar dan mendidik banyak orang, ia juga mendidik beberapa orang
pemuda yang akan menggantikannya bila ia meninggal. Empat orang muridnya yang
berperan besar dalam mengembangkan suaraunya yang terkenal dengan sebutan Urang
Ampek Angkek.
d. Kurikulum dalam
Pendidikan Surau.
Para pelajar yang
belajar disurau pada masa awal di sebut dengan Murid. Hal ini menunjukkan sifat
khas surau,karena murid adalah sebuah temilogi sufi. Dalam perkembangan mereka
disebut “ urang siak, “ pakih”, dan “pakir” ( Ar Fakir”). Penggunaan istilah
fakih menunjukkan pada penekanan pada fiqh atau syariah pada umumnya42.
Dalam pendidikan
surau, tidak ada tingkatan atau kelas. Kadang – kadang ada semacam pembagian,
tetapi ini dasarkan pada tingkat kompetensi atau penguasaan ilmu tertentu,
bukan jumlah tahun yang dihabiskan belajar disurau.
Metode utama yang
dipakai dalam proses belajar mengajar di surau adalah ceramah, pembacaan dan
penghafalan, yang lazimnya berpusat pada halaqah. Dalam melaksanakan dan
menanmkan pendidikan agama pada murid-murid banyak surau-surau mengambil
spesialisasi dan terkenal dalam bidang ilmu tertentu43.
Misalnya surau Kamang terkenal dengan kekuatannya pada ilmu alat , yakni tentang
bahasa Arab. Surau kota Gedang dalam ilmu mantiq ma’ani, Surau sumanik alam
tafsir dan fara’id; Surau Talang dan Surau Salayo dalam bidang nahwu ; Surau
Kota Tua dalam bidang tafsir. Sebuah kitab tipikal Syattariyah yang ditulis
guru surau Ulakan pada tahun 1757 mengungkapkan berbagai mata pelajaran yang
diberikan kepada murid-murid termasuk bahasa Arab, tafsir dan bahkan
pengobatan.
Surau mencapai puncak
kejayaannya setidaknya hingga dasawarsa kedua abad 20, dengan system pendidikan
yang khas, ketika belanda dan madrasah diperkenalkan kelompok muslim modernis44.
Bukti –bukti menunjukan bahwa pendidikan surau tetap memainkan peran penting
bagi masyarakat Islam Minangkabau sepanjang abad 19, karena setiap desa di
Minangkabau yang memiliki surau untuk memberikan pelajaran Al-qur’an, hadits,
bahasa Arab dan pengetahuan-pengetahuan lainnya. Selain itu masih dan surau
yang bertahan sejak abad 18, yaitu 15 surau besar di Minangkabau darek (
dataran tinggi).
Pendidikan Islam di
Minangkabau mengalami periode pembaruan model pendidikan yang menggunakan
Sistem pendidikan Islam sebelum tahun 1900 yang dinamai system lama. System
pendidikan Islam setelah tahun 1900 atau masa perubahan dari tahun 1900-1908.
1. Modernisasi pendidikan Islam di Indonesia
Modernisasi yang
mengandung pikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah paham,adat
istiadat, instituisi lama dan sebagainya, agar semua itu dapat disesuaikan
dengan pendapat-pendapat dan keadaan baru yang timbul oleh tujuan ilmu
pengetahuan serta teknologi modern. Modernisasi atau pembaruan juga berarti
proses pergeseran sikap dan mentalitas mental sebagai warga masyarakat untuk
bisa hidup sesuai dengan tuntutan hidup masyarakat kini.46
Modernisasi merupakan proses penyesuaian pedidikan Islam dengan kemajuan zaman.
Latar belakang
danPola-pola pembaharuan dalam Islam, khususnya dalam pendidikan mengambil
tempat sebagai : 1) golongan yang berorentasi pada pola pendidikan modern
barat, 2) gerakan pembaharuan pendidikan Islam yang berorentasi pada sumber
Islam yang murni dan 3) pembaharuan pendidikan yang berorentasi pada
nasionalisme47.
Modernisasi pendidikan
Islam Indonesia masa awalnya dikenalkan oleh bangsa kolonial Belanda pada awal
abad ke-1948.
Program yang dilaksanakan oleh kolonial Belanda dengan mendirikan Volkshoolen,
sekolah rakyat, atau sekolah desa ( Nagari) dengan masa belajar selama 3 tahun,
di beberapa tempat di Indonesia sejak dasawarsa 1870-an. Pada tahun 1871
terdapat 263 sekolah dasar semacam itu dengan siswa sekitar 16.606 orang; dan
menjelang 1892 meningkat menjadi 515 sekolah dengan sekitar 52.685 murid.
Point penting
eksprimen Belanda dengan sekolah nagari terhadap system dan kelembagaan
pendidikan Islam adalah tranformasi sebagian surau di Mingkabau menjadi sekolah
nagari model Belanda. Memang berbeda dengan masyarakat muslim jawa umumnya
memberikan respon yang dingin, banyak kalangan masyrakat muslim Minangkabau
memberikan respon yang cukup baik terhadap sekolah desa. Perbedaan respon
masyarakat Muslim Minangkabau dan jawa banyak berkaitan dengan watak cultural
yang relatif berbeda, selain itu juga berkaitan dengan pengalaman histories
yang relatif berbeda baik dalam proses dan perkembangan Islamisasi maupun dalam
berhadapan dengan kekuasaan Belanda.
Selain itu perubahan
atau modernisasi pendidikan Islam datang dari kaum reformis atau modernis
Muslim. Gerakan reformis Muslim yang menemukan momentumnya sejal abad 20
berpendapat, diperlukan reformasi system pendidikan Islam untuk mempu menjawab
tantangan kolonialisme dan ekspansi Kristen.
Respon system
pendidikan Islam tradisional seperti suaru ( Minangkabau) dan Pesantren ( Jawa)
terhadap modernisasi pendidikan Islam menurut Karel Steenbrink dalam kontek
surau tradisional menyebutnya sebagai menolak dan mencontoh, dalam kontek
pesantren sebagai menolak sambil mengikuti. Untuk itu , tak bisa lain dalam
pandangan mereka , surau harus mengadopsi pula beberapa unsure pendidikan
modern yang telah diterapkan oleh kaum reformis, khususnya system klasikal dan
penjejangan, tanpa mengubah secara signifikan isi pendidikan surau itu sendiri.
Selain respon yang
diberikan oleh pesantren di jawa, komunitas pesantren menolak asumsi-asumsi
keagamaan kaum reformis. Tetapi pada saat tertentu mereka pasti mengikuti
langka kaum reformis . karena memiliki manfaat bagi para santri, seperti system
penjenjangan, kurikulum yang lebih jelas dan system klasikal. Pesantern yang
mengikuti jejak kaum reformis adalah pesanteren Mambahul ‘ulum di Surakarta,
dan di ikuti oleh pesantren Modern Gontor di Ponorogo. Pondok tersebut
memasukan sejumlah mata pelajaran umum ke dalam kurikulumnya, juga mendorong
santrinya untuk memperlajari bahasa Inggris selain bahasa Arab dan melaksanakan
sejumlah kegiatan ekstra kurikuler seperti olah raga, kesenian dan sebagainya.
Sistem Pendidikan
Islam pada mulanya diadakan di surau-surau dengan tidak berkelas-kelas dan
tiada pula memakai bangku, meja, dan papan tulis, hanya duduk bersela saja.
Kemudian mulialah perubahan sedikit demi sedikit sampai sekarang. Pendidikan
Islam yang mula-mula berkelas dan memakai bangku, meja dan papan tulis, ialah
Sekolah Adabiah ( Adabiah School) di Padang49.
Adabiah School
merupakan madrasah (sekolah agama) yang pertama di Minangkabau, bahkan
diseluruh Indonesia. Madrasah Adabiah didirikan oleh Almarhum Syekh Abdullah
Ahmad pada tahun 1909. Adabiah hidup sebagai madrasah sampai tahun 1914,
kemudian diubah menjadi H.I.S. Adabiah pada tahun 1915 di Minangkabau yang
pertama memasukkan pelajaran Agama dalam rencana pelajarannya. Sekarang Adabiah
telah menjadi sekolah Rakyat dan SMP.
Setelah berdirinya
madrasah Adabiah, maka selanjutnya diikuti madrasah lainnya seperti madras
Schol di Sungyang ( daerah Batusangkar) oleh Syekh M.Thaib tahun 1910 M, Diniah
School ( madrasah diniah) oleh Zainuddin Labai Al-Junusi di Padangpanjang tahun
191550.
Di antara guru Agama
banyak juga mengarang kitab-kitab untuk madrasah ialah 1)H. Jalaluddin Thaib,
seperti kitab jenjang bahasa arab 1-2, Tingkatan bahasa arab 1-2, Tafsir
Al-Munir 1-2, ( 2) Anku Mudo Abdul hamid Hakim, seperti kitab: Al-Mu’in
Al-Mubin 1-5, As-Sullam, Al-Bayan Tahzibul akhlaq, ( 3) Abdur-Rahim Al-Manafi
seperti kitab : Mahadi ‘ilmu Nahu, Mahadi ilmu Sharaf, Al-Tashil, Lubahul
Fighi, Al-Huda, Asasul adab.52
Ulama-ulama yang
mengadakan perubahan dalam pendidikan Islam di Minangkabau adalah 1) syekh
Muhd. Thaib Umar Sungayang, batu sangkar tahun 1874-1920 M. 2) Syekh H.Abdullah
Ahmad, Padang tahun 1878 M-1933M, 3) Syekh H. Abdul karim Amrullah, Maninjau
1879-1945 M, 4) Syekh H.M. Jamil Jambek bukittinggi 1860-1947, 5) dan
lain-lain.53
Surau –surau yang
termashur di Minangkabau adalah sebagai berikut ; 1) Surau Tanjung Sungyang
didirikan oleh Syekh H.M Thaib Umar pada tahun 1897 M dan masih hidup sampai
sekarang dengan nama Al-Hidayah dan SMPI, PGA., 2) Surau Parabek, bukittinggi
didirikan oleh Syekh H. Ibrahim Musa pada tahun 1908 M. dan masih hidup sampai
sekarang dengan nama Thawalib, 3) Surau padang Japang didirikan oleh Syekh H.
Abbas Abdullah pada tahun … dan masih hidup sampai sekarang dengan nama Darul
funun Abbasiah, 4) dan lain-lain54.
Tentang keadaan
pendidikan Islam di Minangkabau pada masa beberapa tahun sebelum tahun 1900.
dilukiskan dalam skema pendidikan Islam55.
II. Pengajian Kitab
:
Ilmu Tafsir dan
lain-lain
|
Ilmu Fiqhi
|
![]() |
I. Pengajian
Al-Qur’an
|
Keterangan :
pengajian Al-Qur’an,
lama pelajarannya tidak ditentukan, ada 2, 3 dan 4 tahun. Pelajaran diberikan
kepada seorang demi seorang.
Pada tingkat atas di
tambah dengan tajwid, lagi qasidah, berzanji dan sebagainya serta memperlajari
kitab perukunan.
II. Pengajian kitab
Lamanya tidak
ditentukan, ada yang 10 sampai 15 tahun lamanya.
Pelajarannya menurut
tertib di bawah ini, diajarkan satu demi satu : 1. ilmu sharaf, 2) ilmu Sharaf,
3) Ilmu fiqh, 4) Ilmu Tafsir dan lain-lain.
Skema susunan
pendidikan Islam pada masa perubahan tahun 1900-1908 51
II. Pengajian Kitab
Memperdalam
ilmu-ilmu tersebut di tambah dengan mantiq, Balaghah, Hadits, Tafsir, Ushul
figh dan sebagainya 12 macam ilmu
|
a. Nahu / Sharaf
b. Fiqhi
c. Tauhid
|
a. Nahu / sharaf
b. fiqhi
|
![]() |
Pengajian Al-Qur’an
|
Keterangan : Bahwa pelajaran
Nahu / Sharaf dan Fiqhi, bukan diajarkan satu demi satu seperti system lama,
melainkan diajarkan sekaligus. Jadi murid-murid pada tiap-tiap hari belajar
Nahu / Sharaf dan fiqhi. Dan begitulah seterusnya.
Perbandingan
pendidikan Islam menurut sistim lama dengan pendidikan Islam pada masa
perubahan52
Sistem lama
|
Masa perubahan
|
1. pelajaran
ilmu-ilmu itu diajarkan satu demi Satu
2. Pelajaran ilmu
sharaf didahulukan dari ilmu nahwu
3. Buku pelajaran
yang mula-mula dikarang oleh ulama Indonesia serta terjemahkan dengan bahasa
Melayu.
4. kitab-kitab itu
umumnya tulis tangan
5. Pelajaran suatu
ilmu, hanya dikerjarakan dalam satu macam kitab saja.
6. Toko kitab belum
ada, hanya ada orang pandai menyalin kitab dengan tulisan tangan.
7. Ilmu agama
sedikit sekali, karena sedikit bacaan.
8. Belum lahir
aliran baru dalam Islam.
|
1. Pelajaran
ilmu-ilmu itu dihimpun 2 sampai 6 ilmu sekaligus.
2. Pelajaran ilmu
Nahwu di dahulukan / disamakan dengan ilmu sharaf.
3. Buku Pelajaran
semuanya karangan ulama Islam dahulu kala dan dalam bahasa Arab.
4. kitab-kitab itu
semuanya dicetak ( dicap).
5. Pelajaran suatu
ilmu di ajarkan dalam beberapa macam kitab : rendah, menengah dan tinggi.
6. Toko kitab telah
ada yang memesan kitab-kitab ke Mesir / Mekkah.
7. Ilmu agama telah
luas berkembang, karena telah banyak kitab bacaan.
8. Mulai lahir
aliran baru dalam Islam yang bawa oleh majalah Al-Manar di Mesir.
|
III. Kesimpulan
1. Pendidikan Islam di
Indonesia mengalamai dua priodesasi dalam perkembangan yaitu periode sebelum
tahun 1900 merupakan pendidikan Islam secara tradisional. Sedangkan priode
setelah tahun 1900 atau awal abad 20 merupakan awal pembaharuan pendidikan
Islam Indonesia.
2. Perintis perubahan
atau pembaharuan pendidikan Islam Indonesia menuju modernisasi pedidikan Islam
yang modern; pertama datang dari pemerintahan Belanda yang mendirikan sekolah
rakyat dan kedua datang dari para reformis muslim yang merupakan para
pelajar-pelajar Indonesia kembali dari di Mekah yang belajar disana.
3. Lembaga pendidikan
Islam baik itu Pesantren maupun Surau pada awal permulaan masih dilaksanakan
dengan system tradisional tidak adanya klasikal setelah adanya serangan dari
para reformis Muslim lambat laun menerima dengan respon yang baik dan masih ada
sebagian lembaga pendidikan Islam yang masih tetap melaksanakan secara
tradisional.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Pesantren,
Madrasah, Sekolah, Pendidikan Islam dalam kurun Modern, Jakarta ; Pustaka
LP3ES, 1994, Cet. Ke 2.
Azyurmadi, Pendidikan
Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milinium Baru, Jakarta : Logos 1990.
Abuddin Nata, Sejarah
Pendidikan Islam pada periode klasik dan Pertengahan, Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 2004
Disarikan dari Cliford
Geetz, The Religion of Java, ( Ter), Aswab Mahasin, Abangan, Santri, Priyayi
dalam masyarakat Jawa, Jakarta : Kerja sama Yayasan ilmu-ilmu social dan
Dunia Pustaka Jaya. 1983, Cet. Ke-3
Hasbullah, Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia ; Lintas Sejarah Pertumbuhan dan perkembangan,
Jakarta : lembaga studi Islam dan Kemasyarakatan, 1995, Cet. Ke-1
Karel A. Steenbrink, Pesantren
Madrasah sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun Moderen, Jakarta : LP3ES
Mammud Junus, Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta ; Pustaka Mahmudah, 1960
Muhammad Ali Yafie, Arti
kehadiran kitab kuning bagi perkembangan Hukum di Indonesia, dalam Jurnal
Studi dan Informasi Keagaman, Dialog, No. 28, Th. XIII, Maret 1989
Martin van Bruinessen,
Pesantren dan Kitab Kuning ; Pemelihara dan Kesinambungan Tradisi Pesantren,
dalam jurnal Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Qur’an, Vol III, No. 4 Th. 1992.
Whjoetomo, Perguruan
Tinggi Pesantren, Alternatif Masa Depan, Jakarta : Gema Insani Press, 1997
Zamakhsyari dhofir, Tradisi
Pesantren : Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta : LP3ES, 1994. cet.
Ke-6
Yunus, Mahmud, Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : Hidakarya Agung, 1984
4 Abuddin Nata, Sejarah
Pendidikan Islam pada periode klasik dan Pertengahan, Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 2004, Hal. 185
12 Disarikan dari
Cliford Geetz, The Religion of Java, ( Ter), Aswab Mahasin, Abangan, Santri,
Priyayi dalam masyarakat Jawa, Jakarta : Kerja sama Yayasan ilmu-ilmu
social dan Dunia Pustaka Jaya. 1983, Cet. Ke-3 hal. 241-244.
13 Martin van
Bruinessen, Pesantren dan Kitab Kuning ; Pemelihara dan Kesinambungan Tradisi
Pesantren, dalam jurnal Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Qur’an, Vol III, No. 4 Th.
1992. hal 73
15 Hasbullah, Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia ; Lintas Sejarah Pertumbuhan dan perkembangan,
Jakarta : lembaga studi Islam dan Kemasyarakatan, 1995, Cet. Ke-1, Hal 24
20 Karel A. Steenbrink,
Recente Ontwikkelingen in Indonesisch Islamonderricht, ( Terj.) Karel
A.Steenbrink dan Abdurrahman, Pesantren, Madrasah, Sekolah, Pendidikan Islam
dalam kurun Modern, Jakarta ; Pustaka LP3ES, 1994, Cet. Ke 2. Hal. 13
21 Zamakhsyari dhofir,
Tradisi Pesantren : Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta : LP3ES,
1994. cet. Ke-6, Hal 28-29.
30 Muhammad Ali Yafie,
Arti kehadiran kitab kuning bagi perkembangan Hukum di Indonesia, dalam Jurnal
Studi dan Informasi Keagaman, Dialog, No. 28, Th. XIII, Maret 1989, hal. 10-11